Katanya kita bhineka tunggal ika. Berbeda beda tetap satu jua. Tapi, nyatanya bhineka tinggal duka ketika perbedaan menyisakan luka bagi mereka yang termasuk golongan minoritas.
Pagi ini melihat status teman yg berkuliah di salah satu ptn di jateng. PTN tentu lebih mencerminkan arti keberagaman daripada ptkin tempatku berkuliah. Ada perbedaan suku, bahasa, dan agama. Nah, disinilah masalahnya. Salah satu fakultas memberi pengumuman kepada mahasiswanya bahwa UAS akan berlangsung sehari setelah tanggal 25 Desember. Yg muslim tentu tak masalah, lantas bagaimana dengan yg kristiani? Tentu mereka bersedih bukan?. Hari dimana mereka seharusnya masih berada dalam kehangatan kumpulan keluarga tentu harus berpikir ulang untuk pulang ke rumah apalagi yg rumahnya jauh dari tanah rantauan.
Sebagai seorang muslim mungkin kita lebih memilih bersikap no comment karena tidak ada hubungannya dengan kita. Tapi menurutku, TIDAK. Benar tak ada hubungannya dengan kita dalam dimensi keagamaan. Tapi, bagaimana dalam dimensi keindonesiaan. Cukup miris ketika mereka yang teriak NKRI harga mati, merasa paling pancasilais memilih menjadi barisan no comment. Bukankah mereka seharusnya lebih memerhatikan hal-hal kecil yg terjadi seperti ini yang sejatinya sudah kehilangan esensi toleransi sendiri. Tidak usahlah teriak meneriaki golongan yg lainnya karena menganggap mereka tidak toleransi kepada golongan yg lainnya ketika kita sendiri memilih menutup mata dan telinga ketika hal-hal sepele namun penuh akan substasial toleransi masih diabaikan.
Lucu, ketika orang-orang yang membuat regulasi penetapan tanggal UAS ini yg seharusnya sudah khatam akan bagaimana kita harus bertoleransi atas keberagaman malah menjadi tersangka dalam penetapan kebijakan yg kehilangan esensi toleransi. Bersama dengan tulisan yang sangat minim edukasi ini, saya hanya berharap agar kita semua memulai hal besar dari hal-hal kecil. Agar pemahaman dan apa yang kita lakukan untuk merevitalisasi pemahaman itu benar benar lebih beresensi dan bersubstansial. Toleransi tidak harus menjaga rumah ibadah agama lain, tidak harus masuk ke rumah ibadah mereka untuk menujukkan toleransi itu. Tapi kita mulai untuk berani melawan ketidakadilan yang mereka rasakan bahkan untuk hal-hal sepele seperti yg terjadi diatas.