Selasa, 17 Desember 2019

KAMPUSKU DARURAT DEMOKRASI

Beberapa bulan yang lalu sempat viral aksi mahasiswa yang berbondong-bondong turun ke jalan menolak berbagai rancangan dan revisi undang-undang yang dianggap melemahkan demokrasi negeri ini. Slogan-slogan seperti ‘Demokrasi Dikebiri’ dan ‘Reformasi dikorupsi’ digaungkan baik di jalan-jalan maupun di media sosial dengan tagar yang sama. Aksi melawan persepsi publik yang mengatakan bahwa mahasiswa tengah tertidur. Nyatanya tidak, mahasiswa masih berada di jalannya menjadi ‘agent of control’, ‘agent of change’, dan ‘agent of balance’.  Masih dengan idealismenya pada aksi tersebut. Tapi apakah benar begitu? Mari kita lihat..

Saya menempuh studi di IAIN Kediri yang kebetulan beberapa bulan lalu mahasiswanya juga turun ke jalan. Katanya turun aksi merupakan bentuk demokrasi. Asas yang menjamin semuanya berhak bersuara karena semboyannya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Bentuk demokrasi tidak hanya ada di negara, di ranah kampus hal itu juga diperlihatkan melalui Pemira (Pemilu raya). Tapi sayangnya di tahun kedua, saya melihat makna demokrasi kampus itu seakan abu-abu bagi mahasiswanya sendiri.
Keabu-abuan nampak dari banyaknya mahasiswa yang tidak paham tentang regulasi birokrasi kampus bahkan hingga Pemira  tahun ini yang diadakan tepat pada 16 Desember . Pemilihan yang terkesan terburu-buru seperti kabar burung bagi mahasiswa. Satu hal lagi yang cukup mencengangkan yakni ternyata hanya ada satu calon presma, dema fakultas dan jurusan. Sebuah tanda tanya besar ketika yang ikut dalam kontestasi politik ini hanya dari pihak petahana.
Isu pun mulai berkembang karena proses yang memang tidak transparan. Ketidakikutsertaan dari pihak oposisi yaitu PAKEM (Partai Kedaulatan Mahasiswa)  ditengarai karena KPUM (Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa) hanya memberikan tenggang waktu yang pendek bagi oposisi untuk mempersiapkan para kandidatnya. Seperti yang disampaikan oleh mahasiswa dengan inisial HA dari jurusan Psikologi Islam sebagai kader dari partai PAKEM.

Pihak PAKEM sudah meminta perpanjangan waktu namun ternyata ditolak oleh pihak KPUM. Sikap KPUM ini pun seakan memuluskan dan memberikan jalan lebar untuk berlangsungnya Pemira yang hanya memiliki satu kandidat partai. Jadi, jika hanya satu partai untuk apa ada pemilihan?

Dimanakah sikap KPUM yang seharusnya menjunjung tinggi demokrasi dan seharusnya berusaha agar pemira tidak hanya diikuti oleh kandidat tunggal. Mengapa kemudian dalam regulasi KPUM sendiri tidak ada kesepakatan antara: dua partai kampus sehingga mencegah adanya kandidat tunggal? Banyak yang berkomentar untuk apa ada pemilihan? Sekedar formalitas dan mengebiri demokrasi? Atau hanya penghamburan uang yang entah dananya mau dialirkan kemana?

Segelintir mahasiswa akhirnya berusaha melek terhadap politik kampus dan mulai mempertanyakan kapasistas KPUM. Siapakah sebenarnya orang-orang didalamnya?, apakah independensi orang-orang tersebut mempunyai kredibilitas?, bagaimanakah sistem perekrutannya?. Sistem yang sejak awal tidaklah transparan, membuat mahasiswa sendiri tidak bisa menjawab. Besok sudah pemilihan tetapi kita tidak tahu siapakah perancang pemilihan ini.

Jadi, dimanakah letak demokrasi itu? Apakah idealisme mahasiswa hanya dipertontonkan pada aksi turun dijalan, diliput berita dan sekedar menutup mulut orang-orang yang mengatakan mahasiswa sedang tertidur? Kemarin, semua teriak ‘demokrasi dikebiri’ namun kenapa ketika hal ini terjadi di kampus sendiri semua hanya bungkam?. Mungkin memang sejak awal tidak perlu berlagak seolah-olah menjunjung tinggi idealisme dengan aksi turun kejalan, ketimbang memilih apatis pada demokrasi kampus sendiri.

Bersama dengan tulisan ini sebagai mahasiswa yang merasa bahwa demokrasi kampus sedang tidak baik-baik saja menyarankan memang selayaknya untuk diadakannya ‘reshuffle’ anggota KPUM dan perekrutan kembali anggotanya secara transparan. Diulangnya proses verifikasi partai dan segala tetek bengek Pemira. Adanya transparansi atas segala kebijakan yang diambil. Siapa yang membuat, kapan dan atas dasar apa kebijakaj itu. Dan menolak segala upaya pelemahan demokrasi Kampus IAIN Kediri. Terlepas siapa yang menang dan kalah, tetapi mari kita jalankan demokrasi kampus sesuai dengan demokrasi Pancasila yang selalu kita banggakan. Jangan sampai teriak-teriak demokrasi tapi kekuasaan ingin dimiliki sendiri.

~Cantika Sari Dewi. M
Mahasiswa Tadris Bahasa Inggris
Semester 3


Nb: Diposting pertama kali di Facebook tgl 15 Desember 2019

Minggu, 08 Desember 2019

Siasat Malam

بسم الله الرحمان الرحيم

Kali ini saya tidak akan memberi opini tentang isu isu hangat, tetapi kali ini saya ingin membagikan puisi ciptaan saya. Puisi ini terinspirasi dari isi ceramah Ust. Rifky Ja'far Thalib pada kajian ahad pagi di masjid Al-Amin Badas, Kediri pagi tadi. Nah, topik kajian ini adalah mendulang hikmah dari kisah nabi Yusuf a.s. Dari sekian banyak hikmah yang disampaikan ada satu hikmah cerita yang begitu nyata terpampang dalam kehidupan manusia sekarang. Bagian ketika saudara nabi Yusuf a.s kembali kerumah setelah memasukkan nabi yusuf kedalam sumur. Pada saat itu mereka pulang pada malam hari dan mereka kemudian melancarkan aksinya untuk berbohong kepada ayah mereka yaitu nabi Ya'qub perihal nabi Yusuf yang dimakan serigala. Dari cerita ini ust. Rifky menjelaskan bahwasanya malam memang menjadi waktu yang begitu disukai oleh syaiton untuk menjerumuskan manusia kedalam kemaksiatan. Mari kita lihat contohnya. Diskotik itu tempat Hiburan Malam bukan tempat hiburan pagi, tempat-tempat karaoke biasanya hanya buka saat malam dan jikapun buka di siang hari tetap saja lebih ramai saat malam hari, contoh lainnya yaitu maling paling sering beraksi pada malam hati bukan di siang hari. Oke, itu sedikit penjelasan tentang puisi saya dibawah ini. Semoga Allah selalu melindungi kita dari siasat siasat syaithon di malam yang kelam. Aamiin

Siasat malam

Rintihan malam kembali mendekam
Menggugah sunyi yang mencekam
Gelap, hitam, pekatnya malam
Mengirim kekuatan pada jiwa yang hitam

Malam membutakan hati
Untuk hal yg sejatinya dimengerti
Tetapi berharap kelak ditaubati
Lupa bahwa tak ada yg tau perihal mati

Makhluk laknat memasang siasat
Merayu mereka tuk bermaksiat
Ditengah malam yang tak kasat
Mereka berada di jalan sesat

Malam malam yang kelam itu
Menjadi saksi bisu
Bahwa siang hanyalah palsu
Untuk malam yg berlumur nafsu

Ahad, 8 Desember 2019
Cantika Sari Dewi. M


Selasa, 19 November 2019

Bhineka Tinggal Duka

Katanya kita bhineka tunggal ika. Berbeda beda tetap satu jua. Tapi, nyatanya bhineka tinggal duka ketika perbedaan menyisakan luka bagi mereka yang termasuk golongan minoritas.

Pagi ini melihat status teman yg berkuliah di salah satu ptn di jateng. PTN tentu lebih mencerminkan arti keberagaman daripada ptkin tempatku berkuliah. Ada perbedaan suku, bahasa, dan agama. Nah, disinilah masalahnya. Salah satu fakultas memberi pengumuman kepada mahasiswanya bahwa UAS akan berlangsung sehari setelah tanggal 25 Desember. Yg muslim tentu tak masalah, lantas bagaimana dengan yg kristiani? Tentu mereka bersedih bukan?. Hari dimana mereka seharusnya masih berada dalam kehangatan kumpulan keluarga tentu harus berpikir ulang untuk pulang ke rumah apalagi yg rumahnya jauh dari tanah rantauan.

Sebagai seorang muslim mungkin kita lebih memilih bersikap no comment karena tidak ada hubungannya dengan kita. Tapi menurutku, TIDAK. Benar tak ada hubungannya dengan kita dalam dimensi keagamaan. Tapi, bagaimana dalam dimensi keindonesiaan. Cukup miris ketika mereka yang teriak NKRI harga mati, merasa paling pancasilais memilih menjadi barisan no comment. Bukankah mereka seharusnya lebih memerhatikan hal-hal kecil yg terjadi seperti ini yang sejatinya sudah kehilangan esensi toleransi sendiri. Tidak usahlah teriak meneriaki golongan yg lainnya karena menganggap mereka tidak toleransi kepada golongan yg lainnya ketika kita sendiri memilih menutup mata dan telinga ketika hal-hal sepele namun penuh akan substasial toleransi masih diabaikan.

Lucu, ketika orang-orang yang membuat regulasi penetapan tanggal UAS ini yg seharusnya sudah khatam akan bagaimana kita harus bertoleransi atas keberagaman malah menjadi tersangka dalam penetapan kebijakan yg kehilangan esensi toleransi. Bersama dengan tulisan yang sangat minim edukasi ini, saya hanya berharap agar kita semua memulai hal besar dari hal-hal kecil. Agar pemahaman dan apa yang kita lakukan untuk merevitalisasi pemahaman itu benar benar lebih beresensi dan bersubstansial. Toleransi tidak harus menjaga rumah ibadah agama lain, tidak harus masuk ke rumah ibadah mereka untuk menujukkan toleransi itu. Tapi kita mulai untuk berani melawan ketidakadilan yang mereka rasakan bahkan untuk hal-hal sepele seperti yg terjadi diatas.

Senin, 22 Juli 2019

Positive dan negative thinking Nunung vs Arie Untung dkk


Baru baru ini seorang komedian tersohor yg biasa kita kenal dengan nama nunung tercyduk karena menjadi pemakai obat2an terlarang bersama dengan suaminya. Banyak yg tidak menduga seorang pribadi yg membuat org tergelak tawa dan senang dengan berbagai tingkahlaku nya malah memilih narkoba sebagai sebab senangnya sendiri. Spekulasi2 juga mulai berhembus mulai dari ia sudah menjadi pemakai sejak puluhan tahun lalu hingga ia menjadi pemakai sebab suaminya yg baru ia nikahi sekitar 7 tahun lalu.

Sebagai public figur suatu hal yg sangatlah tercela ketika nunung melakukan hal yg tak patut dicontoh oleh masyarakat. Namun, tidak semua mencela. Ada saja orang yg entah terlalu positive thingking atau naif. Masyarakat yg dengan slogan "semua ada hikmahnya" membuat kejadian ini bagaikan bukan apa2. Sebenarnya tak ada yg salah dengan citizen macam  ini karena benar semua yg terjadi ada hikmahnya. Bagaimana nunung pasti memiliki alasan mengapa terjerumus dalam kubangan obat laknat tersebut. Hanya saja citizen sepatutnya berpegang pada pemikiran yg sama atas segala peristiwa yg terjadi bukannya memilah milah mana yg yg mau di positive thinking kan dan yg mana yg mau di negative thinking kan.

Ingat Arie untung dan artis2 yg baru saja berhijrah dan kemudian membuat komunitas hijrah?. Sangat disayangkan ketika citizen yg telah dijelaskan diatas malah memilih me negative thinking kan hal ini. Mencap komunitas arie n the genk sebagai komunitas yg radikal, anti nkri, hti dll. Lalu mengapa pada bagian ini mereka tidak menerapkan positive thinking everywhere nya?? Padahal dibanding kejadian nunung komunitas arie dkk lebih mudah untung di positive thinking kan. Bukankah mereka hanya mengajak kebaikan, mengajak untuk kembali ke jalan yg benar, mengajak untuk menjauhi keburukan dimana dunia keartisan sering diidentikkan dengan hal2 yg negatif, dan tentunya komunitas ini mencegah terciptanya nunung-nunung yg baru.

Jadi, anda memilih me positive atau negative thinking kan yg mana?


Kamis, 31 Januari 2019

Cebong dan Kampret adalah pemenang

Yup, disini saya akan membahas sedikit tentang cebong dan kampret.

Di pemilu kali ini ada istilah baru bagi para pendukung capres dan cawapres. Cebong dan Kampret. Kedua istilah ini sudah tidak asing bagi mereka yg melek akan perkembangan politik di Indonesia, dimana Cebong diidentikkan dengan pendukung Capres no. Urut 01, dan kampret bagi pendukung Capres no urut 02. Sebenarnya kedua istilah ini digunakan untuk saling ejek mengejek antar kubu. Hal ini dikarenakan makna dari istilah tersebut. Dimana cebong yg merupakan kecebong dianggap memiliki iq 200, jika dijumlahkan dengan iq kecebong sekolam, mengapa demikian sebab pendukung 01 dianggap tidak pintar dalam menyikapi suatu hal, gampang termakan pencitraan dan gampang dibodohi. Sedangkan kampret untuk 02, karena dianggap selalu memutar balikkan fakta yg ada, layaknya kampret yg terbalik.

Indonesia harusnya bangga dengan adanya cebong dan kampret ini. Karena mereka adalah org2 yg ingin Indonesia menjadi lebih baik dengan pilihan mereka masing-masing. Tidak mungkin kan, mereka memilih paslon yg buruk untuk Indonesia kedepannya. Mereka hanya berbeda dalam cara pandang shingga membuat mereka memiliki perbedaan pilihan. Tapi tujuan mereka dalam mendukung paslon masing-masing tetaplah satu yaitu untuk kemajuan Indonesia.

Jadi, untuk kamu yang sering diejek cebong dan kampret, berbahagialah karena kalian sebenarnya adalah orang-orang yg benar-benar cinta Indonesia, kalian adalah pemenang dalam negeri ini karena kalian tahu masalah apa yg terjadi di negeri dan memberi solusi dengan memilih pemimpin yang dapat menjadi jawaban dari masalah yang anda ketahui tersebut. Dan tahukah kalian siapa yg kalian kalahkan? Adalah mereka yg sibuk dengan dirinya sendiri dan acuh terhadap negaranya, yg tak memberikan aspirasi namun selalu menyalahkan negara sendiri.

Sekali lagi saya tegaskan cebong dan kampret, kalian adalah pemenang, siapapun yg akan jadi presiden jangan berhenti untuk memperhatikan apa yg terjadi di Indonesia. :)